Ket
Photo: TARIAN: Tarian kolosal Gema Lonceng Pesparawi yang ditampilkan
pada malam pembukaan Pesparawi VII tingkat Kalbar di Stadion Kridasana,
Senin (21/10) malam. (gambar samping), penata tari GLP sedang
memperhatikan.Ramses/Pontianak Post
Font size:
Pembukaan
Pesparawi semarak dengan tari kolosal yang ditajuk Gema Lonceng
Pesparawi. Tarian dari tiga etnis di Singkawang serta NKRI ini
melibatkan 509 orang. Mulai dari pelajar SD, SMP dan SMA ditambah
mahasiswa dari perguruan tinggi di Kota Singkawang.
Ramses L Tobing, Singkawang
LUAR
biasa, dua kata itu patut disematkan saat pembukaan Pesparawi VII
tingkat Kalbar di Stadion Kridasana, Senin (21/10) malam. Meski cuaca di
malam itu hujan gerimis tapi tak menyurutkan masyarakat untuk
menyaksikan even akbar yang digelar di Kota Bumi Bertuah Gayung
Bersambut ini.Suasana semakin semarak, ketika pada pembukaan itu
disuguhkan Tarian Kolosal “Gema Lonceng Pesparawi”, di halaman Stadion
Kridasana. Penonton pun merapat ke tepian lapangan, untuk melihat lebih
dekat tarian yang melibatkan tiga etnis di Kota Singkawang dan NKRI. Tak
ketinggalan juga fotografer pun mengabadikan momen itu yang hanya
berlangsung selama 40 menit. Namun dibalik itu, perlu melihat bagaimana
persiapan yang dilakukan sebelum tarian kolosal itu ditampilkan.
Mulai
dari peserta yang dilibatkan, diantaranya 509 penari (putra/putri) yang
merupakan pelajar dari tingkat SD, SMP, SMA / SMK / Mahasiswa di Kota
Singkawang. Perekrutan itu dibagi dalam tiga, yakni etnis dayak
dimainkan 100 orang putra dan 250 orang putri, etnis cina dimainkan 100
orang putri, etnis melayu dimainkan 50 orang putra dan 50 orang putri,,
penari NKRI dimainkan 50 orang putri, dan ditambah 9 penari lonceng.
“Secara
keseluruhannya jumlahnya ada 509 penari yang kita libatkan,” kata
penata tari Anwar Razali alias Way yang ditemui di kediamannya, Jalan
Hansip, Kelurahan Sekip Lama, Kecamatan Singkawang Tengah, Rabu (23/10)
pagiProses perekrutan pun tidak gampang. Para penari ini didatangkan
dari lima sanggar di Kota Singkawang, diantaranya Sanggar Simpur,
Enggang Gading, Enggang Borneo, Dara Basule, dan Barakat Tidayung Kota
Singkawang.
“Lima sanggar di kumpulkan, kemudian masing-masing dari mereka lakukan penyeleksian untuk memilih penarinya,” kata Way.
Mereka
yang terpilih pun, adalah mereka yang benar-benar memiliki dasar
tarian. Sehingga ketika latihan tidak terlalu rumit. Hal itu dilakukan
karena mengingatkan waktu yang mepet, mendekati hari pelaksanaan
pembukaan Pesparawi.
“Jadi tidak serta merta langsung datang.
Setelah mereka melewati seleksi di masing-masing sanggar, kita seleksi
lagi sehingga mereka yang terpilih itu benar-benar sudah memiliki dasar
tarian. Jika tidak maka gugur. Makanya awalnya hampir 700 penari,
setelah diseleksi yang tertinggal hanya 509,” jelas dia.
Setelah
ditentukan jumlah, maka langkah selanjutnya mulai ditentukan siapa-siapa
saja yang akan menarikan tari dayak, melayu maupun cina. Penentuan ini
tidaklah mudah, karena masing-masing etnis memiliki karakter yang
berbeda dalam tariannya.
“Dari tiga etnis itu, yang cukup berat
gerakkannya adalah tari melayu. Karena, selain penari harus mempunyai
bakat/dasar menari, penyesuian antara gerak dan musik juga cukup sulit.
Oleh karena itu, banyak pergantian baik gerak maupun irama pada tarian
etnis melayu tersebut,” jelas Way, saat didampingi Penata Artistik,
Zulfikar dan Koordinator Pelatihan sekaligus Ketua Sanggar Simpur,
Sudiadi.
Setelah penentuan siapa penari dari tiga etnis tersebut,
maka proses latihan mulai dijalani. Karena waktu yang semakin dekat,
maka latihan hanya berlangsung selama 50 hari. latihan dilakukan mulai
dari pukul 15.00-17.00 WIB, di Stadion Kridasana. Menjelang satu minggu
pembukaan, maka latihan digenjot tidak hanya sore hari, tapi juga mala,
mulai dari pukul 19.00-2100 WIB. Dan itu dilakukan secara rutin tiap
hari.
Way tak menampik berbagai kendala dialami saat menjalani
prosesi latihan. Dimana yang dilatihanya, sebagaian peserta yang masih
berstatus pelajar sekolah dasar.Karena itu, agar terjalin keharmonisan
dalam tarian, dan penari disiplin dalam berlatih Way dibantu 20 asisten.
Untuk masing-masing kelompok tarian saja, ditangani 4 asisten penata
tari. “Asisten inilah yang akan mengontrol mereka berlatih. Tetapi
sebelumnya sudah dirapatkan terlebih dahulu, bagaimana gerakan tarian
yang akan dilakukan kemudian disingkronkan dengan musik. Setelah itu
baru dibawa asisten ke peserta tarinya. Yang terpenting semuanya
dilakukan secara bersama-sama,” ungkap dia.
Namun, bagi Way, agar
dapat menyuguhkan tarian yang indah tidak hanya mengenjot durasi latihan
para peserta. Tapi juga tingkat kedisplinan yang harus dijalani, dan
itu tidak hanya peserta tapi juga penara tari, musik dan art, serta
asisten tari dan pendamping lain yang ikut terlibat.
Karena
kedisiplinan dan kerjasaa tim yang solid, hingga akhirnya Tarian Kolosal
“Gema Lonceng Pesparawi”, memukau ribuan penonton pada malam pembukaan
Pesparawi VII tersebut.Sementara itu, Koordinator Pelatihan, Sudiadi
mengatakan rentang waktu yang pendek membuat tim harus saling
bekerjasama dengna baik.
Menurut Sudiadi menambahkan, musik-musik
yang digunakan yakni musik yang bernuansa tiga pilar etnis yang ada di
Singkawang, kemudian dipadukan dengan NKRI, dan ditarikan anak-anak
sebagai tanda untuk melambangkan ke Bhinnekaan Tunggal Ika. Irama musik
yang berdurasi selama 40 menit itu, jelas Sudiadi, selain menggunakan
alat-alat tradisional, seperti Accordion, Gong, dan Rampak, pihaknya
juga menggunakan alat-alat listrik seperti Bass, Gitar + efek dan
Keyboard. “Alat listrik dan tradisional ini kita kolaborasikan, agar
bisa menghasilkan nuansa yang riligius,” kata pria yang juga Ketua
Sanggar Simpur. (*)
http://www.pontianakpost.com/pro-kalbar/singkawang/9999-tekankan-kedisiplinan-50-hari-latihan-nonstop.html